Pendahuluan
Bagi bangsa dan rakyat Indonesia yang membangun bangsa dan negara dengan kekuatan dan kepribadian sendiri, perubahan sosial tak berarti westernisasi atau kebarat-baratan. Perubahan sosial yang terjadi dipandang sebagai upaya bangsa untuk mengembangkan kepribadiannya sendiri melalui penyesuaian dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat modern. Atau dengan kata lain, dengan kepribadiannya sendiri, bangsa dan negara Indonesia berani menyongsong dan memandang pergaulan dunia. Kini, mau tak mau dan suka tak suka, bangsa Indonesia harus hidup dan berada di antara pusaran arus globalisasi dunia. Tetapi, harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jati diri, kendati hidup di tengah-tengah pergaulan dunia.
Dalam
pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat
dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan
kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni Soviet
yang terkenal anti dunia luar tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka
diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan
rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar
masyarakat modern,
bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu
pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai
sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain.
Bangsa
dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri
sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak
sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar
serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah
tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat
saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang
mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti
ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut
faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan,
serta musyawarah dan mufakat.
Dalam
kondisi seperti itu sekali lagi peran Pancasila sebagai pandangan hidup
dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai
nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan
nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang
berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia.
Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar
mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang
hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman
dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari
persoalan tersebut.
Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme
Pengertian Globalisasi
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal
batas wilayah, Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari
gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa
lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut
Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)
Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public
jurnal.september 2005). Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui
dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan
waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam
interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di
semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan
komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini,
perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan
berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Globalisasi
adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar
karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek
kehidupan,khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Dengan
terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang
iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan
lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang
terjadi di dunia.
Namun
fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak positif,berbagai
perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa,baik
itu di bidang politik,ekonomi,sosial,budaya,dan teknologi informasi.
Berbagai
dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa memfilter dampak
dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif dari
pada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan
dari fenomena globalisasi ini.
Kehadiran
globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara
termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang
kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya
dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap
bangsa.
Pengaruh positif globalisasi
1. Dilihat
dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan
demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika
pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan
mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut
berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari
aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal
tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang
kehidupan nasional bangsa.
3. Dari
globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik
seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain
yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya
memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap
bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi
1. Globalisasi
mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa
kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah
dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut
terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari
globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam
negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca
Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa
cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa
nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat
kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai
bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat
yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4. Mengakibatkan
adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,
karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut
dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat
mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5. Munculnya
sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku
sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli
dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh
- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap
nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa
nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab
globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang
di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita
untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan
dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak
dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis
sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Peran Pancasila di Era Globalisasi
a. Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Menghadapi Globalisasi
Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri
negara ini haruslah menjadi sebuah acuan dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi
pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap
bangsa Indonesia sebagai dasar negara,itu membuktikan bahwa pancasila
merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.
Oleh
karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi
kepribadian bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia
berada di pusaran arus globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa
bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jatidiri,kendati hidup
ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas kepribadian
bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan tersebut
akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya
sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar
dari nilai-nilai luhur pancasila.
Dalam
arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang
jelas antar setiap bangsa Indonesia,rakyat dan bangsa Indonesia harus
membuka diri. Dahulu,sesuai
dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya
hindu,islam,serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan
kolonialisme.pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak
menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman
modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam
bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan
ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan
ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan
pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.
Dalam
pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat
dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan
kemajuan bangsa-bangsa lain. Bahkan, negara sosialis seperti Uni
Soviet—yang terkenal anti dunia luar—tidak bisa bertahan dan terpaksa
membuka diri. Maka, kini, konsep pembangunan modern harus membuat bangsa
dan rakyat Indonesia membuka diri. Dalam upaya untuk meletakan
dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap
masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan ketrampilan, tetapi
juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari
kebudayaan bangsa lain.
Yang
terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring
agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan
kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya
yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti
ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak
pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan
bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai-nilai luhur bangsa, maka
nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan
sendirinya. Cuma, persoalannya, dalam kondisi yang serba terbuka seperti
saat ini justeru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik
nadir.
Bangsa
dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri
sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak
sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar
serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah
tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat
saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang
mengarah kepada faham liberalisme. Padahal, negara Indonesia—seperti
ditegaskan dalam pidato Bung Karno di depan Sidang Umum PBB—menganut
faham demokrasi Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan,
serta musyawarah dan mufakat.
Sistem
politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham
liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan
Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa
Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan
tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan
boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu
hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham liberalisme, telah
merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia.
Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan
rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat
saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite
politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya
semata.
Dalam
kondisi seperti itu—sekali lagi—peran Pancasila sebagai pandangan hidup
dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai
nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan
nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang
berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia.
Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar
mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang
hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman
dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari
persoalan tersebut .
Kesimpulan
Bangsa
dan negara Indonesia tidak bisa menghindari akan adanya tantangan
globalisasi,dengan menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam menghadapi
globalisasi bangsa Indonesia akan tetap bisa menjaga eksistensi dan
jatidiri bangsa Indonesia.Sumber: http://agusnurul.blogspot.com